Mereka Sang Penakluk Pasar Global


[This article is inspired by SWA Sembada Magazine,
sources and details taken from ed.25/XXIII/Nov 22nd-Dec
5th 2007 and ed.21/XXIV/Oct 9th-22nd 2008]

Jangankan Anda, seorang Arifin Sudarmo (42 tahun) yang
jelas-jelas berprofesi sebagai konsultan inkubasi bisnis
agro saja awalnya meragukannya. Apa pasal? Saat mengikuti
sebuah seminar agrobisnis di akhir September 2007 lalu,
di sebelahnya duduk seorang peserta dari PT Agarindo
Bogatama (PT AB). Kenalan barunya ini menyebut
perusahaannya sebagai produsen tepung agar-agar
terbesar kedua di dunia–hanya kalah dari Algas Marinas
asal negara Cile. Bahkan orang ini meyakini bahwa dalam
waktu dekat perusahaannya yang asli Indonesia ini akan
segera menyalip Algas Marinas.

Merek tepung agar-agar perusahaannya adalah Swallow.

Tanpa bekal keahlian di bidang agar-agar, Efendy Tjoeng
(64 tahun) merintis produksi agar-agar secara modern di
Indonesia. Dan PT Agarindo Bogatama akhirnya berhasil
menjadi produsen dan pemasok tepung agar-agar terbesar
kedua di dunia setelah 36 tahun berjuang membesarkan
Swallow Globe Brand.

Awalnya Effendy mengimpor tepung agar-agar dari Algas Marinas.
Lalu dia mengemasnya di pabriknya di Pluit, Jakarta Utara. Pada
tahun 1972, perusahaan yang awalnya bernama PT Dunia Bintang
Walet ini meluncurkan merk berikutnya yang harganya lebih murah:
Swallow Star. Lalu pada tahun 1980-an menyusul merk Swallow
Matahari, Swallow Rumput, dan Swallow Lili. Merk-merk ini
diluncurkan untuk mengepung pasar dan menawarkan produk yang
harganya lebih terjangkau.

Pada tahun 1985, PT AB bekerja sama dengan BPPT
untuk meneliti potensi rumput laut dan wilayah yang cocok
untuk budi daya produk ini di berbagai wilayah di Indonesia.
Hasilnya, dipilihlah daerah Palopo, Sulawesi Selatan, seluas
1000 hektar. Hal ini dilakukan untuk melepaskan diri dari
ketergantungan impor. Setelah ada jaminan pasokan
bahan baku, Effendy mendirikan pabrik sendiri dan pada
periode 1997/1998, akhirnya PT AB 100% berhenti mengimpor
tepung agar-agar.

Pada tahun 2007, Algas Marinas memiliki total produksi 2000
ton per tahun, menempatkannya pada posisi pertama di dunia.
Posisi kedua dipegang PT AB dengan total produksi 1500 ton.
Posisi ketiga adalah Inafood dengan total produksi sekitar 1000
ton. Tapi tahun 2008, posisi ini sudah berubah karena PT AB
siap meningkatkan kapasitas produksinya menjadi 2000 ton/tahun.
Tahun 2009/2010, PT AB mengupayakan agar produksinya mencapai
3400 ton. Mereka siap menjadi yang terbesar di dunia.

Itulah sekilas kiprah Effendy Tjoeng dengan PT Agarindo
Bogatama. Oh ya, apakah anda kenal dengan M.C.Chuang
dan ketiga putranya, John, Joseph, dan William yang asli
Garut? Mungkin tidak. Tapi saya yakin anda tahu Ceres.

Ya, Ceres adalah merek tersohor dari perusahaan produsen
cokelat yang pabriknya bisa ditemui di daerah Bandung Selatan.

Dan inilah beberapa fakta tentang M.C.Chuang dan
keluarganya:

Di tahun 1950-an, M.C. Chuang sudah memasarkan
cokelat dengan merek Silver Queen. Pada saat yang sama,
sebuah perusahaan yang awalnya dimiliki orang Belanda,
NV Ceres–yang kemudian dijual ke orang Indonesia semasa
Jepang menduduki negeri ini–jatuh ke tangannya.

Beliau juga pernah belajar mengolah cokelat dari sumber yang
tidak main-main dalam dunia percokelatan: pengelola cokelat
Van Houten. Ilmu itulah yang digunakan untuk memperbaiki
proses pembuatan Silver Queen di kemudian hari.

Ngomong-ngomong, lisensi produksi dan pemasaran produk
Van Houten masih dipegang keluarga Chuang hingga hari ini.

Tak perlu analisis canggih untuk menyimpulkan kehebatan
Grup Ceres yang berawal dari sebuah home industry
berskala kecil dan ditangani dengan sederhana di Garut ini.
Kunjungi saja para peritel. Dari yang kelas raksasa macam
Carrefour atau Giant, hingga kelas Indomaret, Alfamart,
kios-kios di terminal, warung-warung di kompleks
perumahan, atau toko kelontong di pasar tradisional.
Di semua tempat itu, Anda akan dengan gampang
menemukan berbagai produk keluaran mereka:
Silver Queen, Ritz, Delfi, Chunky Bar, wafer Briko,
Top, biskuit Selamat, dan tentunya merek meises
yang terkenal itu, meises Ceres.

Belum lagi pasar bahan baku cokelat (cocoa ingredient)
yang mereka garap. Bidang ini bersifat B2B (industrial),
jadi kliennya adalah kalangan korporasi yang memerlukan
cokelat untuk produknya, entah itu susu, es krim, atau
cokelat batangan. Perusahaan-perusahaan cokelat dan
confectionary dunia seperti Nestle, Cadbury, dan Mars
adalah sebagian dari deretan pelanggannya, bersama
dengan kalangan pemilik restoran, bakery seperti Dunkin’
Donuts dan Bread Talk, serta hotel-hotel.

Semula kantor pusatnya di Bandung. Namun karena bisnis
grup ini terus berkembang pesat, kantor pusatnya kini
dipindah ke Singapura, bernaung di bawah bendera Petra
Foods Pte. Ltd. Petra Foods sudah mencatatkan sahamnya
di Singapore Stock Exchange, dan lagipula, dunia lebih
mengenal grup Ceres dengan nama Petra Foods. Dengan
omset tahun 2007 Petra Foods sebesar US$ 836,61 juta
dan laba bersih US$ 24,70 juta, Petra Foods dinobatkan
sebagai Raja Cokelat no.3 di dunia, hanya kalah dari
raksasa Mars Group (M&M) dan Hershey, keduanya
asli Amerika.

Dan kemungkinan sebagian besar dari Anda tidak kenal
perusahaan perkebunan dan pemrosesan buah nanas bernama
PT Great Giant Pineapple (GGP). Areal perkebunannya berada
di Terbanggi Besar 77, Lampung Tengah. Areal ini merupakan
areal penanaman nanas terbesar di dunia: luasnya 80 ribu hektar.

Pangsa pasarnya terbesar ketiga di dunia, hanya kalah dari
Dole dan Del Monte yang sudah ada ratusan tahun di pasar.
Awalnya GGP hanya memiliki perkebunan nanas seluas 15 ribu
hektar. Di tahun 1984, luas lahan bertambah menjadi 35 ribu
hektar dan empat lini produksi. Di tahun yang sama, GGP
mengapalkan produknya ke luar negeri untuk yang pertama
kalinya.

Produk-produk GGP berupa nanas kalengan (utama),
jus buah nanas, clarified pineapple juice atau gula,
dan tropical fruit coctail. GGP menggunakan jalur
private label, dimana GGP menjadi produsen untuk
label perusahaan lain. Nanas-nanas kalengan itu diberi
kemasan dan merek sesuai permintaan konsumen.

“Cetak label di sini. Film negatif untuk label tinggal dikirim
ke sini. Sampai ke konsumen, mereka tinggal menjual.
Barangnya sama, tapi mereknya saja yang berbeda.
Yang beda juga pilihan produknya, ada yang pilihan
atau standar,” urai Lucy Willar, Manajer Pemasaran GGP.

Yang canggih dan merupakan keunggulan dari GGP adalah
teknologi dan ketatnya prosedur proses produksi yang di-
jalankannya. Kekuatannya terletak pada irigasi. Yang kedua
adalah proses produksi yang terintegrasi penuh dalam satu
area, mulai dari penanaman hingga pengiriman ke konsumen.
Dan keunggulan GGP yang ketiga adalah pemanenan yang
berkesinambungan sepanjang tahun. “No single day without
pineapple
,” ujar Lucy bangga.

Lagipula, GGP tercatat sebagai satu-satunya perkebunan
nanas di dunia yang bersertifikasi ISO 9001:2000. Hampir
semua sertifikat keamanan dan proses produksi mereka
miliki karena masing-masing negara punya standar yang
berbeda. “Jadi istilah-nya kami ini kolektor sertifikat,
hahaha.” Dari ISO sampai sertifikat Kosher, yang
menandakan kehalalan makanan bagi umat Yahudi, ada.

Kenapa GGP memilih untuk berada di jalur private label?
“Karena satu, masalah investasi. Perlu uang, maaf… Dengan
membuat merek sendiri, kami perlu beriklan setiap hari di
seluruh dunia, itu butuh banyak upaya dari segi uang dan
strategi. Kalau kami ingin jadi terbesar dari segi merek,
rasanya sulit untuk menyaingi Dole dan Del Monte.
Mereka sudah ratusan tahun di pasar, meski kualitasnya
sama. Bahkan GGP pernah juga mengemas untuk Dole
dan Del Monte,” tutur Lucy.

Sederet perusahaan lain seperti Hartindo (produsen zat
fire safety yang bahannya organik dan ramah lingkungan,
bukan halon), Grup Musim Mas (bergerak di bisnis CPO),
PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk, PT Panarub Industries
(mitra Adidas dalam memproduksi sepatu bola), PT Sorini
(produsen sorbitol dan penantang serius dari perusahaan
Roquette, Perancis), PT Sari Makmur (eksportir kopi,
pemasok terbesar Starbucks), bisa dibilang tidak dikenal.
Tapi prestasinya? Mantaap!

Keberhasilan mereka bukanlah hal yang main-main.
Kualitas produk, layanan, proses produksi, manajemen
perusahaan kelas kakap mereka menjadikan mereka layak
bersanding dengan pemain kelas dunia. Kerja keras,
disiplin, fokus pada core bisnis, dan perbaikan
mutu tiada henti adalah kunci sukses mereka.

Jadi, diam-diam, produk Made in Indonesia
dipandang dengan serius oleh dunia.

***

Di saat sebagian orang merasa pesimis dengan nasib
bangsa ini, kehadiran pengusaha-pengusaha dengan
mental baja dan ulet tadi seperti angin segar.
Tanpa basa-basi atau niatan mencari popularitas,
rata-rata mereka bisa meraih posisi lima besar
dunia dan mengharumkan nama bangsa di kancah
dunia. Sebagian besar dari mereka bergerak di
bidang sumber daya alam atau berbasis sumber
daya alam; suatu kekayaan yang memang berlimpah
di negeri ini.

Ini adalah bukti bahwa kita bukan bangsa kelas dua.
Asal punya kemauan dan kegigihan, jadi nomor satu
di dunia rasanya bukan sekedar mimpi.

Ah…, Indonesia. Tanah air yang kucinta.
Alhamdulillah…

Indonesia… tanah air beta
Pusaka abadi nan jaya
Indonesia… sejak dulu kala
Selalu dipuja-puja bangsa…

Learn, Share, and Inspire
[Sari Alessandra]

[Dimuat ulang dari blog yang pertama.]

Comments
13 Responses to “Mereka Sang Penakluk Pasar Global”
  1. Ini tulisan Anda? atau ngutip?
    Bagaimanapun, bagus sekali.
    Let me be your friend

    • sherlanova says:

      Apa kabar Pak?
      Saya merangkumnya dari majalah
      SWA. Beberapa edisi SWA tepatnya.
      Setelah membaca majalah2 itu, saya
      merangkumnya, begitu….

      Saya link juga ya blog Bapak.

  2. wage says:

    Wow Awesome from zero to hero,

    betul-betul prestasi perusahaan lokal yang layak mendapat apresiasi, sebetulnya produk kita pun tidak kalah kualitasnya cuma sayang kurang mendapat pemberitaan yang cukup dimedia massa. SWA memang majalah “bergizi” selalu mengangkat hal-hal positif. Nice posting teh Ales, inspiring,two thumbs up ^_^

    Ada buku bagus yg membahas kiprah perusahaan2 lokal “50 Indonesia great business”

    • sherlanova says:

      Bayangkan betapa terpananya saya waktu mengetahui
      semua fakta tersebut! Indonesia, tanah airku…

  3. wage says:

    Mohon ijin sharing teh ,
    terimakasih

  4. Maximillian says:

    Halo Ales, ini salah satu artikel favorit saya di SWA. Walaupun saya sudah paham sebelumnya, tetapi gaya SWA dengan idiom “Global Market Conqueror” itu yang membuat seolah- olah aktivitas bisnis menjadi epik heroik, kan ?

    Begini, SWA terkadang lebih cocok dibaca oleh profesional dan pengamat, daripada praktisi bisnis yang paham sangat dengan “Know- How” sebuah sistem organik perusahaan berjalan dengan solid. Saya tidak bilang bahwa SWA buruk, bukan. SWA bagus, hanya dengan segmen pembaca yang justru bukan pebisnis, disandingkan dengan status posisi mereka sebagai ” Majalah Bisnis”, maka SWA tepatnya adalah “Majalah tentang profil bisnis”, tetapi bukan “Majalah untuk pebisnis”. SWA penuh dengan episteme, bukan techne.

    Saya sendiri tidak pernah sekecil pun terlintas pikiran untuk meremehkan potensi kekaryaan yang bisa dibangun oleh organisme manusia yang hidup di Republik Indonesia, banyak yang bisa kita lakukan. Ini adalah soal kemauan, dan kemampuan.

    Banyaklah aspek yang harus dikaji, dan tentunya saya, sebagai praktisi, akan melakukan konfirmasi terhadap asumsi hipotetikal yang sudah terbaca secara empiris maupun literal, untuk dibuktikan lewat instrumen yang saya miliki, yaitu perusahaan. Kalaupun kemudian saya melakukan publikasi, maka itu adalah hasil konfirmasi yang sudah terbukti, walaupun proses konfirmasi sendiri tidak akan pernah berhenti selama perusahaan beroperasi. Kenapa ? Pasar selalu berubah, kompetisi selalu dinamis, kami akan menghadapi situasi “Bottleneck”, campuran antara kejenuhan pasar dan kejelian kompetitor. Kami menghadapinya dengan inovasi, persistensi, preferensi, dan konsistensi, itulah yang saya suka dari dunia bisnis, dinamika kompetisi.

    Blognya inspiratif,mampir nih ^_^

    • sherlanova says:

      Thanks for stopping by… ^^
      BTW, Galih sendiri bisnisnya apa nih?
      Waktu baca blognya, tersurat kalau
      bisnisnya Farmasi. Tapi tepatnya apa ya?

      (Penasaran, hehe…)

      • Maximillian says:

        What is our business main line ? That will be a job for our public relation line Ma’am.

        I prefer to build the companionship, and let the “company” shout with their innovation to customer. When it will happen ? Let’s wait and see, we are doing it now.

        And me myself ? I’m just a fellow citizen,respectively.

  5. sherlanova says:

    Hohoho… Typically Mr. Galih.
    Pi-Ar.

    Just three words: SUKSES! SUKSES! SUKSES! \\^o^//

  6. yusuf Indra Permana says:

    Membaca artikel sebelum’a yg berjudul Agarindo Bogatama: dari pasar kemis, kini mendominasi dunia.

    Saya indra, putra sulung H. Marino , mantan kepala personalia pt agarindo bogatama yg dulu’a bernama pt dunia bintang walet, agak kurang lengkap jika majalah sebesar SWA hanya membahas maju’a saja.
    Sebagai anak seorang pria yg turut berjasa memajukan perusahaan tsb, saya sedikit kecewa atas perlakuan mereka terhadap ayah saya, beliau kerja mengabdi pada perusahaan lebih dari 20 tahun !! Begitu sosok beliau dihormati para bawahan n juga disegani oleh para atasan, semua berubah TOTAL saat anak2 pak efendy memegang kendali perusahaan, terlebih pak anthonio(alias nino) anak sulung pak efendy.
    Sempat suatu ketika PT dunia bintang walet menghadapi KASUS dg perusahaan saingan yg berletak di SURABAYA, ayah seorang diri membela nama besar perusahaan atas tuduhan2 miring yg dialamatkan pada perusahaan, HINGGA AKHIR’A AYAH n perusahaan tsb MEMENANGKAN kasus hingga maju ke tingkat Banding. mereka menjanjikan rumah tuk ayah(sayang’a perjanjian itu hangus hanya karena TIDAK TERTULIS HITAM DIATAS PUTIH)

    Saya yusuf indra permana, putra sulung bapak H. MARINO mantan kepala personalia pt agarindo bogatama berharap tulisan ini dapat sampai pada mereka, untuk pihak SWA, dipersilahkan untuk mengorek cerita sejarah perusahaan agarindo bogatama kepada narasumber(Ayah saya). Dan silahkan diverifikasi kebenaran’a.
    Wassalam..

    • sherlanova says:

      Kepada Yth.
      Pak Yusuf

      Terima kasih informasinya. Semoga ayah Bapak mendapat keadilan
      yang diharapkan… segera. 🙂

      • yusuf indra permana says:

        Kiranya sdr/i sherlanova ingin mengetahui lebih lanjut tentang sejarah pt AB? Dan mungkin kiranya sdr/i punya rekan wartawan yg ingin melihat dr sudut pandang berbeda, silahkan kontak ayahanda di no 081294477757

Leave a reply to wage Cancel reply