Sebuah Pelajaran Tentang Kesabaran


2003

Saya baru naik angkot Caheum-Ledeng yang ke arah Caheum. Biasa, pulang kegiatan di sore hari.

Angkot melaju di jalan di antara Bonbin dan deretan gedung Teknik Mesin ITB. Di angkot hanya ada saya dan seorang Ibu dengan anak laki-lakinya.

Dari pojokan tempat saya duduk, saya memperhatikan mereka berdua. Terutama jeruk yang dipegang si Ibu. Beliau sedang menyuapi anaknya dengan jeruk itu. Tampaknya segar.

Terbersit sebuah keinginan dalam hati saya. Ingin merasakan jeruk juga. Tidak, saya tidak sedang berpuasa hari itu. Tapi keinginan ya tetaplah keinginan: bisa muncul kapan saja.

Saya tepis keinginan itu dan melupakannya.

***

Sesampainya saya di kosan…

Seorang teman kos membawa pulang jeruk dan para penghuni kosan saling berbagi jeruk. Termasuk saya. Padahal saya sudah merelakan diri untuk tidak menginginkan jeruk lagi…

————————————–

2006

Saya sedang berada di toko Istek Salman. Hari itu saya membeli beberapa keperluan. Begitu sampai di rak yang memajang berbagai snack, say berhenti. Perlu beberapa saat untuk berpikir sebelum saya pergi dari titik itu.

Saya perlu menahan diri untuk tidak mengambil satu batang coklat. Harganya yang berkisar sekitar 7000-an masih merupakan makanan mewah untuk saya (kini tidak lagi). Masih banyak keperluan lain. Sudah…, nanti-nanti saja.

Tak lama, begitu saya bertemu satu orang teman, saya mendapatkan satu batang coklat.

Padahal saya sudah melupakan niat untuk makan coklat hari itu.

——————————————-

2008, Juli

“Gua lagi naksir dengan (baju-baju) warna abu-abu nih belakangan,” cerita Ais.

“Oh…, kalo Ales sih (lagi naksir) dengan warna pink.”

“Pink ya? Gua ada tuh, dari kakak. Kakak gak make, jadinya dikasih ke gua. Buat elo aja.”

“Oke deh…”

***

Seminggu kemudian…

Saya sedang duduk di ruangan praktek di gedung Elektro, menanti teman-teman pengajian lain. Setengah jam setelah kedatangan saya, teh Vika masuk.

“Punteeeen…, saya telat.”

Tapi bukan itu yang menjadi perhatian saya. Warna kerudungnya yang saya perhatikan. Warna pink kerudungnya baguuus sekali. Saya memang sedang senang pada warna pink.

Iiiih, bagus deh…

Jadi pengen…

Di Istek ada gak ya?

Duh, kalo mau beli kerudung, belum ada dana sekarang euy…

Ah udah deh!

Saya tidak ingat kalau Ais menjanjikan saya untuk memberi baju warna pink.

***

Tiga hari kemudian…

Saya tergeletak di kasur Ais. Kami baru tiba dari Situ Lembang. Saya menemani Ais melakukan penelitian untuk TA-nya.

Pluk! Baju berwarna pink muda diletakkan di depan saya.

Pluk! Kerudung warna pink ditumpuk di atasnya.

“Itu kerudung dari kakak juga. Abis gitu sih…, biasa kakak gua mah…, beli baju trus ada aja yang malah gak dipake.”

Warnanya kerudungnya persis dengan warna kerudung yang dikenakan teh Vika…

Comments
One Response to “Sebuah Pelajaran Tentang Kesabaran”
  1. Julian says:

    Wah, Teh Ales mengingatkan saya sama Untung Angsa!

    Btw, supaya tampilan tulisan kita ga full-text, kita bisa sisipkan pembatas di antara tulisan kita saat kita nulis (jadi yang ditampilkan di home page yang sebelum batas itu)

    Untuk menyisipkan pembatas itu, tekan aja Alt+Shift+T atau pilih tombol Insert More tag di antara tombol2 di bagian atas text editor. Letakkan di tempat yang kita inginkan

    Btw, saya jadi mikir, jangan2 Teh Ales sekarang sebenernya udah ga niat lagi nanyain ini ke saya. He he 🙂

    Peace!

Leave a comment